Rabu, 12 Juni 2013
Rumah Tangga
Aku tidak lagi pandai menulis puisi
Memikirkanmu terlalu indah kini
Aku menunggu, kau pulang, kita makan malam
Hujan di luar merapatkan kita kemudian
Kita bicara tentang orang tua dan bagaimana kita akan menjadi
Punggungmu gatal dan aku mengusapkan
Begitulah kita belajar; saling merawat
Begitu pula kita akan membesarkan asa dalam penjagaan; bergantian
Bagimu aku tangan; mengurus, menyembuhkan
Bagiku kau pundak-kaki; memikul, melindungi
Dan pastilah Allah kepala; tertinggi bagi kita
Kita menjalankan satu perusahaan: rumah tangga bahagia.
Berbahagialah!
Berbahagialah jika pernikahanmu tak semewah bangsawan
Berbahagialah jika gaunmu putih tanpa kilauan permata
Berbahagialah jika di awal pernikahan rumahmu sepetak saja
Berbahagialah jika kamu baru punya beberapa piring dan panci
Berbahagialah jika tahu tempe jadi keseharian
Berbahagialah jika kendaraan masih sepeda motor belum mobil
Bahkan jika masih kesana kemari berjalan kaki bersama
Berbahagialah jika olahragamu adalah sholat bukan kolam renang pribadi
Dan hiburanmu adalah indahnya ayat al-qur'an yang dilantunkan pasangan bukan TV 30 inch
Berbahagialah bahwa kau sudah menikah dan bahagia, mensyukuri segala yang ada
Daripada yang bergelimang harta sejak awal rumah tangga tapi masih merasa kurang saja
Suka pamer dan bikin sakit mata
Suka pamer dan bikin sakit mata
Sungguh, Allah adalah sebaik-baiknya yang kau miliki.
Ia Maha Kaya
Jangan takut.
Ia Maha Kaya
Jangan takut.
Senin, 03 Juni 2013
Penjual Es Tung Tung dan Supir Taksi
Namanya Ario Donovan. Nama yang sebenarnya
keren. Tapi teman-temannya lebih suka memanggilnya Dono sambil tertawa mengejek.
Dono sendiri selalu membalas dengan tertawa lebar, yang tulus, memamerkan
gigi-gigi tonggosnya. Pun ketika orang-orang berulah memanggilnya lebih
mengejek, “si bodoh”.
Dono tidak benar-benar bodoh. Hanya
perkembangan kecerdasan dan perilakunya yang tidak sempurna. Itu pun tidak
sejak Dono lahir. Saat ia berusia 10 tahun, rumahnya kebakaran ketika tengah
lelap tertidur. Ibunya berjuang keras membawanya keluar dari kobaran api. Dono
selamat, tapi karena menghirup banyak asap, otaknya mengalami kerusakan
permanen. Sedang ibunya mengalami luka
bakar dan trauma serius hingga akhirnya meninggal.
Dono kemudian diasuh seorang bibinya yang juga
janda seperti ibunya. Bibi Darmi punya seorang anak perempuan berusia 8 tahun,
tapi si kecil Anisa tidak pernah menyukai Dono. “Tidak apa-apa, Dono,” kata Bibi
Darmi, persis seperti yang sering ibunya katakan ketika masih hidup, membuat
Dono tergugu. “Kamu tolong jaga Anisa, ya,” pesan Bibi Darmi kemudian ketika kesehatannya
memburuk. Puncaknya, saat Bibi Darmi meninggal karena sakit ketika Anisa
berusia 15 tahun, Anisa habis-habisan menyalahkan Dono. Menurutnya, ibunya
meninggal karena terlalu lelah mengurus Dono yang bodoh.
Langganan:
Postingan (Atom)