Minggu, 17 Agustus 2008
Sabtu, 16 Agustus 2008
kiamat sudah dekat
membatu
bunda, aku ingin pulang
aku ingin pulang, Bunda
pulang padamu
di setiap akhir minggu yang dahaga
kuteguk kasihmu seperti bayi lapar menyusu
dan di senin pagi yang dingin
ku jaga hangat bekal cintamu, doamu
untuk hidup seminggu jauh darimu
merangkak mempuisikan balas cinta untukmu
..
aku selalu ingin pulang padamu, bunda
di setiap sabtu yang tipis
dan aku selalu merengek untuk suplai pundi-pundi nafasku
seperi balita kau benamkan aku dalam air mata, membujk berdoa
bunda maafkan aku
bunda aku ingin pulang padamu
berpuisi tentang cinta
gairah hidup
sekuntum bunga rumput bersusah hidup
tak seorang pun (ingin) peduli
"lelah"
helanya muram
menatap langit berkibar kejam
menahan terik membakar sabar
jika tidak untuk tetes ampunan di musim penghujan
mungkin cintaNya telah digadai dengan kubangan becek di seberang
ah, sungguh hidup adalah satu gairah merangkak pada kebaikan..
telaga
pejuang
ini puisi untuk para pejuang
bacalah lantang dan segeralah buang!
ini puisi untuk mereka yang berjuang
simak dan selanjutnya pikirkan!
Manusia itu bodoh
dan bodoh itu mudah untuk (berpura-pura) pintar
berpolitik dan berkelakar
mengumbar senang mencari kenyang
apa peduli mereka pada mereka dan Dia
ini puisi untuk para pejuang
pejuang yang berjuang dengan (tanpa) hati
untuk kami (rakyat)
baca puisiku dan benahi moralmu, pejuang sidang!
Jumat, 15 Agustus 2008
My Opinion...
MENUTUP ALINEA MINOR KEMISKINAN
Kemiskinan. Kemiskinan seperti apa yang akan kita terjemahkan?
Kemiskinan dari kacamata kaum gedongan, pemerintah atau ungkap “si miskin” itu sendiri? Mari mengungkap fakta dari “semua pelaku”.
Kemiskinan di Indonesia saat ini akrab dengan deskripsi makin melemahnya daya beli masyarakat akibat lonjakan harga kebutuhan yang meroket, serta dilema lawas pengngangguran, kependudukan dan pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan yang selalu jauh dari kata “layak”.
Kemiskinan ditafsirkan dalam bahasa apa pun bukanlah diksi yang tepat untuk ditautkan pada kandungan kekayaan alam
Distorsi paham yang menyatakan
Fakta terungkap: seratus tahun melawan kemiskinan,
BLT, Raskin, BOS adalah jiplakan dari sistem balas budi Belanda terhadap bangsa
Serendah itukah pengembalian pemerintah lewat kebijakan “tetesannya” terhadap rakyat?
Tampaknya saja yang niat baik untuk membantu rakyat, tetapi justru menciptakan tumpukan masalah baru masih dengan tema kemiskinan: kemiskinan moral. Selain itu pemerintah dalam mengusahakan kesejahtaraan rakyat masih mengacu pada makna pertumbuhan bukan pemerataan. Akibatnya ditemui subjek dan objek yang melambung di atas tapi lebih banyak yang semakin merosot ke bawah taraf hidup dan kesejahteraanya.
Mengakrabi rakyat dengan kebijakan-kebijakan berjudul bantuan justru akan mempengaruhi pola pikir sekaligus pola sikap masyarakat menjadi cenderung manja, malas, dan ketergantungan pada pemerintah. Dulu orang saling berlomba unjuk kekayaan, sekarang justru kebalikannya mereka berdebat “akulah si miskin” sekedar merasa pantas mendapatkan hujan bantuan dari pemerintah. Namun, setelah itu ketika ada kasus kebijakan pemerintah yang dirasakan memberatkan, mereka lekas menjadi begitu agresif dan depresif dalam menyikapinya. Jika dibiarkan berlaru-larut hal ini tentu akan menjadi dilematik besar bagi kondisi psikologis dan karakter rakyat sekaligus pemerintah. Terpkirkan suatu solusi baru yang lebih ampuh dari sekedar membudayakan “kebijakan kaget” yang hanya akan semakin menyengsarakan rakyat? Sudah saatnya kita memikirkan kebijakan dengan nilai efektifitas yang lebih tinggi, tepat, adil dan yang terpenting adalah menonjolkan kesejahteraan dan kemerataan sosial bukan “terapi kembang api”.
Jika masalah kemiskinan yang belum kunjung terselesaikan digelontori masalah baru: krisis pangan dan energi, berapa banyak kata “miskin” yang akan dipredikatkan kepada kita?
Menegaskan bahwa kemiskinan dilakoni dua “pelaku”: pemerintah dan rakyat, solusi yang dapat diajukan adalah: optimalisasi pemungutan pajak, penghematan belanja pemerintah dan lembaga-lembaga negara, penghematan PLN, penghematan bagian dari laba BUMN 2007, penghematan energi jangka panjang, dan yang terfokus adalah pemberantasan korupsi. Korupsi tak ubahnya benih kemiskinan dan koruptor tak lebih dari “si termiskin” yang kenyang karena melaparkan saudara-saudara miskinnya sendiri.
Tersebut adalah langkah yang dapat dijadikan cermin pemerintah sendiri dalam menyikapi kemiskinan rakyat. Yang jika kesemuanya dapat dialirkan dengan bijaksana kepada rakyat dalam bentuk realisasi perbaikan dan pengembangan mutu pendidikan, kesehatan serta ekonomi rakyat, tentu akan lebih tepat daripada sekedar “bagi-bagi uang” untuk menyenangkan sesaat hati rakyat.
Dari rakyat, yang diharapkan adalah kemandirian dan kedisiplinan dengan tanpa kebanggaan menjadi benalu bagi pemerintah. Sektor pertanian, pertambangan, dan kebudayaan adalah lahan garapan potensial jika mampu dikelola dengan cerdas. Pemerintah kembali dituntut untuk total dan serius memfasilitasinya, yaitu dengan turut berani dan disiplin membuka pintu bagi kecerdasan berpikir dan mengolahnya..
Memaknai 100 tahun kebangkitan nasional, 10 tahun reformasi, 63 tahun kemerdekaan, sekaligus menyongsong Pemilu 2009, mari menjadi penutup dari alinea-alinea minor tentang kemiskinan negeri. Lekas mengawali narasi baru dengan diksi-siksi indah pilihan: maju dan sejahtera.
Jumat, 08 Agustus 2008
love is beautiful (?)
langit basah
kenapa tak aku biarkan
aku yang menangis
tersedu dan mengadu
pada buaian pelangi
ketika hati menyepi
mengapa mentari muram
tidakkah kau mengerti
aku (lebih) sakit
Aku (mungkin) memang bukan seseorang yang pandai 'berceloteh' tentang cinta.
Siapapun (terlebih untuk pertama kali) tahu bahwa: cinta itu indah.
Cinta itu indah.
Aku ingin terus mempercayai ungkapan itu.
Sungguh aku ingin.
Aku ingin "dia" di belakangku dan menguatkan. Setidaknya untuk saat ini, ketika aku mulai sangsi atas sugesti itu.
Cinta itu indah (?).