Minggu, 14 Agustus 2011

Kreditan

Darti menghampiri mobil pickup yang lebih mirip lapak pakaian itu. Dedi, anaknya, ia bopong tergesa.

Mborongi,Nah?” Ia menyapa Tonah yang sudah lebih dulu memilih-milih isi pickup, menjembreng sebuah baju muslim anak. “Ngredit lah, 5 bulan,” jawab Tonah. “Ikut milih Ded. Minta yang bagus untuk lebaran,” ia menjawil Dedi yang masih dibopong Darti. Anak 4 tahun itu justru minta turun.

“Danii,” Dedi memanggil ceria temannya. Darti menoleh, ada Sutin, ibu Dani yang tiba-tiba datang. “Eni, sini millih baju yang bagus. Dani juga pilihkan,” Sutin berkoar memanggil anaknya yang satu lagi di belakangnya.

“Bayar langsung harganya dikurangi, ya,” Darti menunjukkan setelah baju anak berwarna biru yang dipilihnya untuk Dedi kepada Munah si penjual pakaian kreditan keliling itu. Parno, anak Munah yang bertugas menyetir pickup, tengah menggoda Eni. “Enii, minta nomor HP kamu, ya.”

“Ya, itu jadi 30 ribu deh, tek korting 5 ribu,” jawab Munah. “Aku juga mau bayar langsung. Ini semua, bajuku, Eni, sama Dani jadi berapa?” Sutin menyela, melirik Darti tak mau kalah.

“Nanti SMS aku sekalian ngisikan aku pulsa, ya,” Eni melambai pada Parno. Disampingnya, Sutin tampak kerepotan membopong Dani dan baju-baju yang baru dibelinya. Darti tertawa melihat polah ibu-anak itu.

“Aku jadinya kredit saja lah. Sekalian sama daster ini, ya,” Darti mencolek Munah. Munah tertawa, ia pun menuliskan nama Darti di buku kreditnya sore itu.

******

“Ma, minta uang 30 ribu untuk bayar buka bersama dan zakat di sekolah,” pagi-pagi Eni menyodorkan tangannya pada Sutin yang sedang menyiapkan alat-alat membuat wig-nya di rumah. “Endasmu! Uang mama sudah habis untuk beli baju kamu dan Dani kemarin!” bentak Sutin.

Lha terus aku bayar zakat pakai apa?” Eni merengek. “Ora urus! Yang penting sudah bisa beli baju lebaran, juga buat Darti panas,” jawab Sutin bangga.

“Kalau begitu ya mending kemarin kredit saja lah, Ma. Tetangga panas wong kita sendiri yang ‘kebakaran’ nggak punya uang,” gadis SMP itu tak mau kalah pintar dari ibunya. Sutin mendelik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar