Senin, 06 Agustus 2012

Tarawih Selebritis

Ayu mematut diri di cermin. Ia sapukan bedak ke wajah dan lipgloss ke bibir.

Mukena baru berenda birunya ia pakai. “Duh, kok kendor sih,” keluh Ayu dengan mukenanya.

Ia pasang bros berkilap-kilap di bawah dagunya untuk mengencangkan mukena itu. ‘Sempurna,” gumam Ayu.

Tak disangka meski belum adzan Isya, masjid sudah ramai. Maklum, tarawih pertama, semangat jamaah masih full.

Ayu mengambil tempat di tengah, tepat di bawah kipas angin. Biar tetap cling, pikirnya.

Dan lagi ia ingin dilihat Bu Darmi, calon mertuanya. Ups, maksudnya ibu dari Yahya, lelaki yang ia taksir.

Saat bersalaman seusai sholat, Ayu terus tersenyum. Memamerkan bibirnya, cincin di jarinya, wangi parfumnya. Apa saja.

Ayu juga tidak mau ketinggalan Subuh berjamaah. Meski dingin mencekik tulang, Ayu tetap berangkat, tetap bersolek.

Tak terasa Ramadhan sudah separuh jalan. Ayu masih tetap rajin tarawih, berjamaah Subuh, tadarus.

Masih suka berdandan sampai kadang lupa berwudhu. Semua Ayu lakukan untuk menarik simpati.

Bukan simpati Allah, tapi manusia. “Cah ayu, sholelah temen?” puji Bu Darmi subuh tadi.

Ayu berbunga bukan main, bukankah nama lengkapnya Ayu Sholehati. Pas sekali, pikirnya.

Namun, di puasa ke-16 Ayu roboh. Perutnya perih melilit, tubuhnya demam.

Ayu absen tarawih, jamaah Subuh, dan tadarus. Dalam hati ia kesal setengah mati.

Namun, tiba-tiba terbit satu pikiran di benaknya. “Aku kan terkenal rajin, kalau aku nggak berangkat ke masjid, orang-orang pasti bertanya-tanya. Terus pada njenguk kesini, deh. Hihi…”

Ayu pun ingin membuktikan pikirannya sendiri itu. Malam selanjutnya, meski perutnya sudah terasa lebih baik, Ayu tidak berangkat tarawih lagi.

Ayu kira dengan begitu Bu Darmi dan jamaah lain akan menjenguknya. Tapi tidak.

Ayu kecewa, tapi ia bertahan sampai malam ke empat. Dan tetap tidak ada yang datang.

‘Yu, kamu mbok sudah sembuh? Kok nggak berangkat tarawih?” hanya ibunya sendiri yang menanyakan.

Ayu terpekur di kamarnya, mengingat-ingat tingkah-polahnya. Pelan ia menyadari tingkahnya selama ini salah.

Ia giat beribadah untuk dilihat orang. Ia bahkan bersolek di masjid, tempat dimana ia seharusnya datang sebersih dan seikhlas hati untuk Allah semata.

Ia bukan selebritis. Ia Ayu, gadis biasa yang saat sakit tetap butuh pertolongan dari Allah, bukan jamaah masjid.

Malam ke-20 Ramadhan Ayu berangkat tarawih lagi. Ia tekun berwudhu dan melupakan dandan.

Ayu tetap tersenyum kepada Bu Darmi dan jamaah lain. Kali ini lebih ikhlas.

Ia ingin sisa Ramadhannya yang lebih cantik di mata Allah, bukan dirinya. Ayu juga bersyukur Allah mau membuka mata hatinya.
---------------------------------------------------

#Ini FF yang aku baca kemarin di Tausiyah Menulis – Bulan Seribu Tulisan. Acara sederhananya Kelas Menulis buat sharing, silaturrahmi, dan buka bersama bareng. Lengkapnya ada disini.

Btw, berbunga banget deh rasanya difavoritkan sama seseorang yang kita rasa dia tuh lebih qualified daripada kita. Makasih, Mbak Engky. Hehe..

Menulis memang menyehatkan, bikin lebih bahagia, dan tambah eksis. Tulisan kadang membuat kita terkenal lebih dulu sebelum bertemu. Dan saat bertemu, silahkan menikmati pujian, kritik, maupun saran untuk semangat menulis yang lebih menyala.

Writing and sharing is amazing! :))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar