image source: google.com |
“Wah,
nyonyahe wis ayu pisan1,” goda Leni, mantan teman sepanggunya.
Ya, kini Santi adalah seorang mantan reog.
Jika kemarin lalu ia dijuluki Sang Penari,
layaknya Srintil dalam film, sekarang ia
adalah Sang Mempelai. Mempelai dari seorang paling kaya di Desa Karangsari,
mungkin juga sekecamatan Banyumanis.
Pria itu adalah Gatot Pramana, juragan kayu,
ayam, wedus2, sapi, dan
pemilik berhektar-hektar sawah. Saat sarahan3
3 hari lalu saja ia membawa setruk suluh4,
dua jago gagah, dua bandot5
kekar, seekor sapi super, dan 5 karung beras. Belum lagi 30gram emas dan
hantaran lainnya.
Iring-iringan sarahan itu menjadi tontonan yang mengundang decak kagum warga
Karangsari. “Asli sarahan gedhe-gedhean6”
komentar setiap warga.
Santi dan keluarganya jelas sangat bangga. Dan
malam ini, setelah akad nikah yang mewah, mereka merayakannya dengan nanggap7 reog dan organ
tunggal “Swara Bedhaya”dimana Santi bergabung sebelumnya.
Pertunjukan telah dimulai. Leni menggeol
pinggungnya dengan gemulai. Ia akan segera menjadi primadona menggantikan
Santi.
Santi tak lagi keberatan karena kini ia punya
segalanya. Tak akan repot-repot lagi menghibur sampai larut malam karena ada
Gatot yang siap memberikan apapun.
Namun, di tengah alun masik dan geolan,
tiba-tiba seorang pemuda menyalak. “Hei
Gatot juragan lemak, Santi kuwe mempelaiku. Kowe aja wani-wani ngemek
sepetil-petila! Hahaha...8”
Santi amat kaget. “Heri...”
“Bocah
edyaan!9” Belum selesai Santi dari kagetnya, Gatot yang memang
bertubuh subur sudah lebih dulu bangkit menghadangnya.
Buk!
Heri tersungkur. Ketika ia akan membalas, Gatot
sudah lebih dulu menginstruksikan polisi yang berjaga untuk menangkapnya.
Heri yang kurus serta sempoyongan dalam
pengaruh alkohol tak bisa banyak melawan, hanya mulutnya yang terus menceracau.
“Hei,
Santi! Aja gelem dimek Gatot. Keruk duite bae. Terus balik maring aku. Balik
maring aku, Santi! Hahaha10”
Santi menelan ludah. “Bocah gemblung. Bocah gemblung11!” ia terus merutuk
dalam hati.
Ia merasakan warga yang menonton mulai membicarakannya, tak lagi fokus pada
Leni. Ia merasa Bu Srijanti, mertuanya melirik dengan tajam.
Dan di dapur, ibunya sendiri mencubit lengannya
gemas. “Apa ko urung nyumpel cangkeme
bocah gemblung kae karo duit? Angger nganti kowar-kowar ko wis isi kepriwe?
Kepriwe, hah?12”
Santi balik ke sisi Gatot dengan lemas. Karena
tak hati-hati, ia nyaris terjatuh tersangkut kabel. Gatot meraih tangannya dan
Santi menangkap mata merah marah.
Malam itu, Sang Mempelai pingsan. Sebab
bayang-bayang kesenangannya buyar.
“Kayane
gawan bayi enom kae, dadi gampang lemes terus pingsa13,”
bisik-bisik warga yang menyaksikan. Tak perlu menunggu, mereka sudah tahu dulu.
Ket:
1. Wah, nyonyahnya sudah cantik sekali.
2. kambing
3. seserahan
4. kayu bakar
5. kambing jantan
6. Asli seserahan besar-besaran!
7. menggelar
8. Hei Gatot juragan lemak, Santi itu
mempelaiku. Kamu jangan berani menyentuh sedikitpun! Hahaha..
9. Bocah gila!
10. Hai Santi! Jangan mau disentuh Gatot. Keruk
uangnya saja. Terus kembali kepadaku. Kembali kepadaku, Santi! Hahaha..
11. Bocah gila. Bocah gila!
12. Apa kamu belum menyumpal mulut bocah gila
itu pakai uang? Kalau sampai berkoar-koar kamu sudah ‘isi’ bagaimana?
Bagaimana, hah?
13. Kayaknya bawaan bayi muda, jadi gampang
lemas terus pingsan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar