Dwititi Maesaroh, aku memanggilnya Mba Dwi, kadang juga Mbak Titi. Aku mengenalnya belum lama. Waktu itu lihat di FB teman, ternyata dia tinggal di Pagerjirak, Kejobong, dekat desaku, jadi aku add.
Lalu aku lihat foto-foto Rumah Baca yang dia upload. Tertarik!
Aku pun mengiriminya pesan lewat FB, disambut baik. Saat cerita kepada Mas Bangkit, mentor Kelas Menulis Purbalingga, aku juga disuruh menulis tentang Rumah Bacanya untuk rubrik Tilik Kampung di Suara Merdeka.
Jadilah aku main ke Rumah Baca Meretas Ruku milik Mba Titi sekaligus mewawancarainya. Nama Meretas Ruku untuk rumah bacanya itu adalah akronim dari Menembus Batas Ruang dan Waktu. Keren ya!
Sunggug Rumah Baca yang menyenangkan yang dikelola oleh keluarga yang menyenangkan pula. Dan di bawah ini adalah tulisanku tentang Rumah Baca Meretas Ruku, yang sayangnya salah cetak jadi Meretas Buku.
Meretas Ruku, Rumah Baca Edukatif Di Kejobong
“Buku adalah alat transportasi tercanggih. Ia bisa membawa kita bepergian ke Eropa, Amerika, kutub utara, ke ujung dunia atau bahkan ke bulan dan bintang di angkasa. Buku juga adalah mesin waktu. Ia bisa mengajak kita kembali ke masa-masa lampau, masa depan, dan waktu-waktu lain yang kita inginkan. Karena itulah rumah baca ini saya beri nama Meretas Ruku ‘Melintas Batas Ruang dan Waktu’,” jelas Dwi Titi Maesaroh, penggagas Rumah Baca di Dusun Pagerjirak, Desa Kejobong, Kecamatan Kejobong, Purbalingga. Ia mengaku motivasinya membuka Rumah Baca muncul setelah ia pulang dari Amerika.
Rumah Baca yang memanfaatkan ruang tengah rumah Dwi yang tidak terlalu luas ini sekarang telah memiliki 155 anggota dan 300 koleksi buku. “Awalnya hanya ada sekitar 140 buah buku yang berasal dari koleksi pribadi saya serta sumbangan dari teman dan beberapa dermawan. Sekarang baru bertambah sedikit,” tutur perempuan yang 2011 lalu berkesempatan memperdalam belajar bahasa Inggris di Iowa State University, Amerika.
Koleksi buku tersebut terdiri dari buku-buku agama, fiksi, pengetahuan umum dan pelajaran sekolah, cerita anak, buku-buku umum, dan majalah serta surat kabar. Semuanya tertata rapi dan dikelompokkan menurut jenisnya di sebuah rak berukuran tidak terlalu besar berwarna hijau.
Di Rumah Baca yang dibuka sejak 2 Oktober 2011 ini juga terdapat beberapa poster edukatif dan gambar-gambar buatan anak-anak yang sengaja ditempel oleh Dwi. Di siang hari, suasananya Rumah Baca ini sejuk karena ada sebuah jendela besar di sisi kanan.
Ditanya soal suka-duka mengelola Rumah Bacanya, Dwi yang baru lulus S1 Pendidikan Bahasa Inggris dari Universitas Ahmad Dahlan ini mengatakan ia sangat senang karena setiap hari bisa bertemu anak-anak. Namun, ia mengaku sedikit kesulitan mengembangkan Rumah Bacanya tersebut.
Dwi mengatakan ia sudah pernah mengajukan proposal bantuan pengembangan Rumah Baca Meretas Ruku kepada Perpusda Purbalingga. Namun, proposal itu belum ditanggapi hingga sekarang.
Di proposal tersebut, Dwi mengutarakan bahwa Rumah Baca yang ia kelola mengharapkan bantuan berupa buku-buku untuk anak-anak atau bantuan lain berupa alat gambar, alat permainan edukatif, ataupun bantuan tunai. Selain meminjamkan buku-buku secara gratis, Rumah Baca Meretas Ruku ini memang juga mempunyai berbagai kegiatan untuk anak-anak dan remaja.
Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain permainan edukatif seperti scrabble, puzzle, flashcards dan lain-lain juga lomba menggambar, lomba menulis, hafalan surat-surat pendek al-quran, dan lain-lain. Kegiatan tersebut ditujukan untuk semakin merangsang minat belajar dan membaca anak.
Anak-anak SD N 3 Kejobong yang letaknya tidak jauh dari rumah Dwi mengaku sangat senang mengunjungi Rumah Baca yang mungkin satu-satunya di Kejobong ini. “Aku paling suka baca buku Orang-Orang Tercedas. Aku jadi bisa jawab pertanyaan siapa penemu pesawat waktu di sekolah,” cerita Devika, murid kelas 6 SD N 3 Kejobong yang siang itu datang membaca buku sebelum berangkat les.
Menurut Dwi, anak-anak suka membaca buku, menggambar, dan bermain puzzle sambil lesehan di lantai Rumah Baca yang bersih tersebut. Anak-anak biasanya ramai datang saat jam istirahat sekolah sekitar jam 10, setelah pulang sekolah, dan setelah pulang les jam 4 sore.
Bahkan pada hari Minggu ada juga anak-anak yang sengaja datang meski rumahnya agak jauh. Di Rumah Baca ini, selain bermain dan membaca, anak-anak juga diajarkan kedisplinan saat meminjam buku dengan diajak membuat pembatas buku yang unik.
Sedangkan untuk melatih kejujuran anak, disediakan semacam toko jujur yang menyediakan alat tulis dan aksesoris dimana anak-anak boleh membayar sendiri dengan memasukkan uangnya ke toples.
Anak-anak juga sudah terbiasa mandiri mencatat nama buku, tanggal pinjam, dan tanggal kembali di kartu peminjaman mereka jika Dwi atau kedua adiknya sedang tidak ada.
“Dengan adanya Rumah Baca ini, saya harap bisa jadi tempat bagi anak-anak untuk belajar dan membaca buku-buku bermanfaat yang mungkin bagi orang tua mereka masih dirasa berat untuk dibeli,” ungkap Dwi yang setiap hari Minggu juga aktif membimbing mengaji remaja Dusun Pagerjirak. (Alfy Aulia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar