So cute! |
Ini hari Minggu.
Aku dan Mas Salim memutuskan bersantai di rumah.
Minggu lalu kami
sudah berlibur ke Pantai Sundak di Gunung Kidul. Menyenangkan sekali
mencipratinya dengan air dan mengubur kakinya dengan pasir.
Sekarang Mas
Salim sedang membaca koran. Sesekali ia menyeruput teh manis yang lima menit
lalu kubuatkan.
Aku sendiri
sedang menyapu sembari mengamati infotainment di televisi. Heran, pagi begini
sudah ada infotainment, dulu tiap hari minggu kan acaranya kartun anak sampai
siang.
“Penyanyi
dangdut yang terkenal dengan lagu Cinta Digoyang, Melisa Surya menggugat cerai
Anton Adam, yang diakui sebagai suaminya. Anton yang anggota Dewan dari Partai
Bela Rakyat itu sebelumnya tidak pernah diketahui menikah dengan Melisa,” kata host infotainment dengan mimik dan intonasi
yang dibuat meyakinkan.
“Mas, sini,
deh!” Aku jadi tertarik menanyakan pendapat suamiku yang masih asyik menekuri
koran.
Lelaki yang baru
menikahiku tiga bulan lalu itu mendekat. “Dik, mbok ya ndak usah nonton acara gosip begitu. Banyak mudharatnya.
Mending…,” katanya sambil memainkan remote
TV sebelum aku sempat bertanya, “nah, mending nonton ini. Biar Dik Asri pintar
masak.”
Ia girang menemukan
aksi Rudi Choirudin. Aku manyun.
Masakanku memang
rasanya masih kacau. Pagi ini aku juga memilih membeli nasi gudeg untuk
sarapan. Tapi aku tetap tidak suka didikte begitu.
Dan sebelum aku
sempat protes, Mas Salim sudah bangkit dengan santai ke teras depan. Kudengar
ia disapa seseorang lalu berbincang. “Iya, kasihan Anton. Kasihan juga
istrinya.”
Nah lo! Mas
Salim mengajari jangan menonton acara gosip, eh dia sendiri malah menggosip.
Dengan Pak Jaenal, ketua RT pula.
Aku yang
menguping dari balik pintu segera berbalik ke dapur. Sebal.
Aku jadi malas
bicara dengan Mas Salim. Saat makan siang aku cuma menemaninya tanpa
berkata-kata.
Begitu juga saat
makan malam. Tapi Mas Salim juga diam saja, malah pamit mau ke rumah pak RT. Apa
mau melanjutkan menggosip disana? Duh, aku makin sebal!
Kenapa Mas Salim
bersikap seperti itu? Ia bahkan melarangku ikut berkumpul dengan tetangga kalau
cuma untuk menggosip. Tapi ia sendiri?
Jarkoni, ngajar tapi dheweke ngelakoni1.
Baiknya aku bicara apa terus mendiamkan Mas Salim, ya?
Pukul 10 malam
lelaki berwajah bersih itu baru pulang. Aku sudah meringkuk di ranjang,
pura-pura tidur.
“Dik,” Mas Salim
mengelus lenganku. Ia selalu melakukan itu jika ingin bicara.
Aku ingin tetap
pura-pura tidur, tapi tak tega juga, apalagi suaranya terdengar parau. Akupun
balik badan, menatap wajahnya yang terlihat muram.
“Ada apa?”
kuelus pipinya dan seketika itu kekesalanku runtuh. Matanya seperti menyimpan
duka.
“Anton
meninggal,” suara Mas Salim makin parau.
Anton anggota
Dewan itu? Aku mengernyit. Gosip lagi?
“Anton yang suka
adzan di masjid, Dik. Meninggal karena typus akut,” terang Mas Salim mengerti
kebingunganku. “Innalillahi wa inna ilailahi raji’un.”
Aku tahu persis
Anton yang tukang mie ayam itu adalah teman main Mas Salim waktu kecil. Aku
peluk segera Mas Salim.
“Maafin Mas,
Dik. Melarangmu berkumpul dengan tetangga sampai tidak tahu berita,” sesalnya
disela peluk.
Aku menggeleng.
Tak apa. Tak apa, Mas. Justru aku yang su’udzon denganmu.
Sekarang aku
yakin suamiku tersayang ini tidak suka gosip. Ia tulus.
---------------------------------
- Mengajari orang lain tapi diri sendiri melakukan
#Aku sehat-sehat
aja kan ya walaupun belum menikah tapi suka nulis cerita rumah tangga?
Entahlah, tapi aku memang lebih suka ngulik
cerita rumah tangga daripada orang pacaran. Konfliknya lebih nyata.
Dan FF ini
sebenarnya aku tulis sebulan lalu. Ide juga dateng gitu aja.
Buat yang baca,
monggo diambil baiknya, kalau ada. Hehe..
By the way kemarin aku baru dapet quote bagus: kalau tidak bisa menulis
yang mencerahkan, setidaknya jangan menyesatkan. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar