Sabtu, 11 Juni 2011

Monolog

Jam setengah sebelas malam, Olan menepuk bantal, merebahkan tubuh. Ia memeriksa HP-nya, sepi, tidak ada pesan masuk satupun.

Rasa lelah mengantarkan Olan tidur, tapi rasa lelah pula yang membuatnya terbangun dua jam kemudian, melihat HP dan tidak ada pesan dari si Insomnia. “Mungkin sedang bisa tidur cepat,” pikirnya, lalu mencoba kembali tidur sendiri.

“Seperti pesanmu yang akan bertransformasi, dari mortality menjadi immortality,” Olan membaca status Iwan di Beranda, sedikit mengerutkan dahi. “Jam segini?” Olan lalu meng-klik chatbox FB-nya menjadi aktif. Iwan Ol.

“Hai,” Olan menulis di chatbox. “Hai,” Iwan membalas dengan menyelipkan smiley senyum. “Jam segini Ol? Nggak kerja?” Olan penasaran. “Kerja. Ini nyolong internet kantor,” jawab Iwan, kali ini dengan smiley tawa.

Seperti biasa, mereka membahas menulis dan film. Iwan lalu mengirimi Olan sebuah link. “Apa?” Olan bertanya sebelum membuka link itu, ia sebenarnya tahu itu link blog Iwan. “Bagus nggak?” Iwan juga tahu Olan pasti akan membuka link itu.

Surat untuk El, judul tulisan di blog Iwan tersebut. Olan mencermati isinya. Ia juga menemukan puisi dengan tema serupa, Bait Rindu Untuk El.

“Dalam,” komentar Olan kemudian di chatbox. “Cuma itu?” Iwan tak puas. “Hmm, jelas menimbulkan pertanyaan. Siapa El? Boleh tahu?” pancing Olan kemudian. “Someone in somewhere,” jawab Iwan, membuat kepala Olan dijatuhi banyak tanda tanya, sekaligus tanda seru.

“Jika kau sudah sulit mengingatku, aku malah sudah malas mengingatmu. Aku bersumpah kau tak akan bahagia denganku. Haha,” Olan kembali ke Beranda dan menemukan status Haris. Olan membenarkan letak kacamatanya dan merasakan mukanya terasa panas.

Maybe ‘she’ he meant wasn’t me,” malamnya Olan bermonolog lagi dengan hatinya. Ia tidak ingin merasa bersalah atau menyesal. “Someone in somewhere, semua orang juga punya itu kan? Apa kabar someone in somewhere-ku ya? Someone yang mungkin bahkan tidak aku kenal saat ini. Apa dia sudah makan?” monolog Olan jadi agak ngelantur, ia menertawai sendiri pikiran randomnya.

“Ah, hidup memang bukan untuk ditebak-tebak kan? Dan godaan itu untuk dinikmati,” masih bermonolog, Olan mengingat lagi note FB-nya dulu. “Just go with the wind saja lah,” Olan menutup monolognya sendiri, lalu mewarnai dinding dan langit-langit kamarnya dengan warna matahari dan bintang, sesukanya.

(alfyaulia-9/6/11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar