“Kapan ko arep liren?1
” seorang lelaki bertanya sambil memijat pundak istrinya. Yang dipijat
tengah berjongkok menuntaskan mual yang menjalari perut dan mulutnya.
“Nembe wolung wulan.
Lirene ya mengko nek wis arep mbabar nembe olih2,” Ruhyati, perempuan
yang sedang hamil 8 bulan itu hendak berdiri. Namun, kakinya lemas dan…mual itu
menyerang lagi. “Hueekk…”
“Ko kuwe keselen.
Melasi bayine dhewek3,” Tarno, si lelaki penyabar itu memijat
pundak istrinya lagi. Nelangsa.
Tarno membimbing Ruhyati duduk di kursi plastik di pinggir
meja makan mereka. Ia lalu mengambilkan air putih hangat menggunakan gelas belimbing
hadiah pernikahan mereka 8 tahun lalu.
Bayu, anak lelaki mereka tengah menyantap sarapan nasi dan
kerupuk di meja yang sama. “Mamake muntah-muntah
bae, donge li ora usah mangkat, Mak. Wong Bayu wingi sumeng tok be ora olih
mangkat nang Bapane4,” anak kelas 1 SD itu berucap polos.
Ruhyati mengelus kepala anak pertamanya itu. “Ora apa-apa. Mamake karo adine ko kiye kuat
kok5,” tunjuk Ruhyati ke perut buncitnya. Bayu tersenyum, girang
mengelus perut ibunya.
“Mayuh, Pa mangkat6”
Ruhyati mengomandai Tarno untuk segera mengantarkannya. Ia tetap berangkat,
tetap mengait rambut-rambut palsu, tetap menjadi buruh PT biasa tanpa hak
istimewa di usia kehamilan tuanya.
Ruhyati tidak ikut demo seperti yang ia lihat di TV, tidak
minum susu khusus ibu hamil seperti yang ia lihat di TV pula. Tidak rutin
memeriksakan bayinya ke bidan seperti saran mertuanya, tidak banyak
beristirahat seperti permohonan suaminya.
Ia hanya ingin bayinya, yang menurut mertuanya adalah
perempuan, kelak tidak seperti dirinya.
“Aku tidak ingin menjadi buruh melahirkan buruh,” isak
Ruhyati di sela waktu sempit sholatnya di PT Rambut terbesar di Purbalingga
itu. “Jadilah anak cantik dan pintar.”
------------------------------------
1. Kapan kamu mau istirahat?
2. Baru delapan bulan. Istirahatnya ya nanti kalau sudah mau lahiran baru boleh.
3. Kamu itu kecapekan. Kasihan bayi kita.
4. Mama mutah-mutah terus, seharusnya nggak usah berangkat, Ma. Kemarin saja Bayu cuma demam tidak boleh berangkat sama Bapak.
5. Nggak apa-apa. Mama sama adikmu ini kuat kok.
6. Ayo, Pak berangkat.
1. Kapan kamu mau istirahat?
2. Baru delapan bulan. Istirahatnya ya nanti kalau sudah mau lahiran baru boleh.
3. Kamu itu kecapekan. Kasihan bayi kita.
4. Mama mutah-mutah terus, seharusnya nggak usah berangkat, Ma. Kemarin saja Bayu cuma demam tidak boleh berangkat sama Bapak.
5. Nggak apa-apa. Mama sama adikmu ini kuat kok.
6. Ayo, Pak berangkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar