Minggu, 17 Juli 2011

Resepsi

Astri mematut dirinya di cermin, berkebaya putih dan bersanggul melati. Sempurna, andai saja ia bisa melengkapinya dengan seulas senyum khas pengantin. “Aku nggak pantas,” satu air matanya jatuh.

Bayu menekan dial di HP-nya lagi, sudah yang kelima kali, mantan kekasihnya tetap tidak bisa dihubungi. Ia gelisah di mobilnya, “Kita sudah hampir sampai di gedung resepsi, Mas Bayu,” suara Pak Gino, supirnya, membuatnya tetap harus bersiap.

“Makasih, Bang,” Laras menerima kembalian dari si abang bajaj. Ia merasa masih merasakan getaran kendaraan orange itu. Atau justru itu getaran kegugupannya sendiri? Laras membenahi dress marunnya, menarik nafas, mencoba tersenyum memasuki gedung berhias lengkungan janur kuning di depannya.

Rama masuk gedung dengan santai dan percaya diri. Ia menyempatkan melirik gadis penerima tamu, “Boleh juga. Astri lewat. Paling bentar lagi dia jadi ibu-ibu gendut bunting anak gue. Haha,” Rama tergelak di pikirannya sendiri.

Bayu mendapati Laras ada di barisan tamu-tamu yang hendak menyalaminya, masih sekitar 10 orang lagi. Mereka bersitatap, Laras menundukkan wajah. Perasaaan Bayu berkecamuk lagi, ia mengalihkan pandang pada Astri, pengantinnya.

“Selamat ya, Astri, Bayu,” Rama menyalami Astri terlebih dahulu, masih menampilkan percaya dirinya. Perasaan Astri makin tak karuan. Tak tahan lagi, ia pun ambruk. “Astriii…,” justru suara Rama yang berubah jadi panik.

Rama membiarkan Bayu membopong Astri di tengah kepanikan resepsi, ia tak keberatan, hanya mengikuti mereka dari belakang. Sudut matanya masih mencari Laras yang hilang dari barisan.

“Maaf aku tak jadi mengucapkan selamat. Tak seharusnya kamu membiarkan Astri begitu,” Laras mengirim SMS kepada Bayu dari bajaj orange lagi. “Sedih amat, Neng mukanya? Eneng cantik lho, nikah sama abang aja, yuk,” tak disangka si abang bajaj kali ini pandai menggoda. (Alfy Aulia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar